Karya seni yang dihasilkan oleh seorang seniman, pada awalnya merupakan hasil kreativitas seniman dalam menanggapi objek atau kondisi-kondisi tertentu, yang kemudian divisualisasikan dalam wujud yang menarik, melalui media tertentu, dengan teknik, gaya yang dipilihnya. Para seniman melakukan strategi kreatif untuk mentransformasikan berbagai realitas yang terjadi dengan persfektif dan kreativitasnya masing-masing. Di dalam mentransformasikan ide dan gagasannya, para seniman telah menghadirkan karya seni, buah dari kesadaran estetik mereka dalam mengembangkan interpretasi pribadinya yang dilakukan oleh dan berdasarkan visi seniman terhadap kehidupan, yang kemudian direfleksikan ke dalam sebuah karya. Hasil refleksi seniman, menghasilkan karya yang tidak hanya berfungsi untuk pemenuhan kebutuhan estetik seniman saja, tetapi lebih dari itu, karya yang dihasilkan menjadi media komunikasi seniman dengan masyarakat. Dalam hal ini para seniman memanfaatkan karya seni untuk menyampaikan pandangan, aspirasi, ide dan gagasan kreatifnya kepada masyarakat.
Pengungkapan ekspresi melalui kesenian, pada kenyataannya lebih dapat diterima dan banyak dinikmati oleh masyarakat luas. Mengenai hal tersebut, Djelantik mengungkapkan bahwa pada kenyataannya pengungkapan sesuatu gagasan lebih menyusup ke dalam jiwa manusia bila disajikan dalam wujud kesenian dari pada cara lain seperti ceramah, surat, selebaran dan sebagainya. Kesenian mempunyai kelebihan karena mampu menggugat perasaan manusia secara langsung.
Diantara berbagai ekspresi seni yang telah dihasilkan, seni lukis merupakan salah satu hasil ekspresi dan kreativitas seniman dalam mengolah berbagai medium dan unsur seni pada bidang datar dua dimensional yang mengekspresikan berbagai makna atau nilai subjektif. Mengenai hal tersebut, Myers dalam Humar Sahman menyatakan; “melukis adalah membubuhkan cat (yang kental maupun yang cair) di atas permukaan yang datar, yang ketebalannya tidak ikut diperhitungkan, sehingga lukisan sering dilihat sebagai karya dua dimensi. Berbagai kesan konfigurasi yang diperoleh dari pembubuhan cat itu, diharapkan dapat mengekspresikan berbagai makna atau nilai subjektif”.
Sementara itu, Soedarso SP dalam pandangannya menyatakan bahwa lukisan tergolong seni murni, karena dalam penciptaannya si seniman hanya diikat oleh persyaratan yang ada dalam seni lukis itu sendiri, dan tidak harus mengingat dimana lukisan itu dipasang, berapa nanti harga nominalnya ataupun gaya yang bagaimana yang akan ditukar oleh pembelinya. Pelukis hanya mengekspresikan dirinya.
Dari kedua pandangan di atas, kehadiran seni lukis tidak hanya bersinggungan dengan masalah medium atau unsur seni saja, tetapi lebih dari itu, dalam seni lukis terdapat suatu rangkaian proses dan hubungan yang tak terpisahkan antara proses penciptaan karya seni dengan realitas yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Pada proses penciptaan karya, hadirnya motivasi/dorongan, inspirasi dan kemampuan dalam memvisualisasikan ide yang diharapkan, merupakan faktor dominan untuk menumbuhkan kesadaran seseorang dalam berkarya.
Bagi seniman, melukis merupakan media untuk mengekspresikan berbagi hal yang ada dalam pikirannya. Termasuk di dalamnya menyampaikan isi hati dan perasaan seniman, yang mungkin selama ini sulit disampaikan. Melalui lukisan, mereka mendapat ruang dan kebebasan berekspresi. Oleh karenanya tidaklah mengherankan, apabila kita sering menemukan keragaman ide dan gagasan seniman dalam setiap karya yang dihasilkan. Hal tersebut disebabkan oleh dinamisnya kehidupan seniman serta orientasi berkesenian seniman selama ini.
Banyak diantara mereka yang memanfaatkan media lukisan ini, sebagai “outlet” dari kejenuhan dan kebekuan kreativitas yang selama ini dirasakannya. Tak mengherankan, apabila seni lukis yang dihasilkan oleh para seniman, banyak bersinggungan dengan masalah “manusia dan kemanusiaan, hidup dan kehidupan manusia secara keseluruhan”.
Untuk menuju ke arah sana, maka seorang seniman dituntut untuk memiliki tingkat kepekaan, pengamatan, dan daya berpikir tinggi dalam menyerap berbagai fenomena yang terjadi di sekitarnya. Selain itu, di dalam mengekspresikan gagasan kreatifnya, para seniman tidak secara langsung mentransfer apa yang akan ia hasilkan lewat karyanya. Para seniman biasanya melakukan tahapan pengamatan terhadap berbagai hal yang ada hubungannya dengan objek yang akan dibuat menjadi karya. Selain itu, ketepatan dalam memilih media, teknik dan ide sebagai alat atau metafor, serta keterampilan dalam memilih gaya ekspresi, untuk melukiskan segala hal yang ada dalam perasaan dan pengalaman bathinnya, menjadikan karya lukis mereka menjadi sangat menarik dan mendapat respon positif dari masyarakat.
Idealisme di atas, tentunya menjadi tantangan bagi semua orang, tak terkecuali Asep Wawan Setiawan, yang hingga saat ini masih konsisten menjalani profesinya sebagai pelukis. Asep Wawan Setiawan sendiri merupakan seorang pelukis asal Tasikmalaya yang namanya mulai dikenal luas di Indonesia. Asep Wawan lahir di Tasikmalaya pada tanggal 14 Mei 1975. Saat ini, dia tinggal bersama keluarga tercinta di Jl. Citepus RT.001 RW.002 Kp. Citepus Desa Santanamekar Kecamatan Cisayong Kab. Tasikmalaya (No HP. 087725350151. email asepwawansetiawan@gmail.com). Ketertarikan Asep wawan dalam melukis/berkesenian, diawali saat dia belajar di SMIK Negeri Tasikmalaya.
Disanalah dia mendapatkan wawasan/pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk meningkatkan bakat dan kreativitasnya dalam berkarya. Selain itu, saat dia belajar di SMIK Negeri Tasikmalaya, dia juga terus mengembangkan dirinya dengan masuk sanggar lukis yang dikelola oleh Iwan Koeswana salah seorang pelukis Tasikmalaya yang namanya sudah dikenal luas di Indonesia. Dari sanalah kesadaran Asep wawan “tentang berkesenian” mulai tumbuh dan berkembang dengan baik.
Keseriusan Asep Wawan untuk menghasilkan karya-karya seni, diikuti pula oleh sikap dan pandangannya dalam berkarya. Dalam hal ini, Asep Wawan sangat tertarik dan menyatakan dirinya untuk menjadi seorang seniman yang profesional. Keseriusan Asep Wawan untuk menjadi seorang seniman, ia buktikan dengan memutuskan diri untuk keluar dari lembaga pendidikan seni “ISI Yogyakarta” yang sedang ditempuhnya pada tahun 1997 tanpa sempat meraih gelar sarjana. Keputusan Asep wawan untuk meninggalkan studynya itu, dilatar belakangi oleh adanya kesadaran dia dalam memandang presfektif pendidikan yang diikutinya. Asep Wawan yang sejak awal sudah menanamkan sikap dalam dirinya untuk menjadi seorang seniman/bukan mencari gelar sarjana, memandang keterlibatannya di dalam dunia akademik hanya salah satu cara dia untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dan memperdalam kreativitasnya dalam bidang seni rupa. Dalam pandangan Asep Wawan, gelar kesarjanaan bukanlah hal utama yang menjadi obsesi dia selama ini. Pada saat itu, Asep Wawan memandang gelar kesarjanaan itu belum tentu menjamin dia akan menjadi lebih baik atau terhormat dalam lingkungan masyarakat, dan bukan berarti pula jika dia keluar dari lembaga pendidikan itu profesi senimannya akan menjadi lebih baik.
Baginya, menjadi seorang seniman jauh lebih penting dibandingkan dengan hanya mendapat gelar kesarjanaan. Karenanya, dia sangat berani untuk memutuskan sikapnya menjadi seorang seniman diantara dua pilihan yang sebenarnya dapat dia raih pada saat itu. Keputusan Asep Wawan untuk menjadi seorang seniman, mendorong dia untuk terus berproses, mengasah pikiran dan kreativitasnya. Karenanya Asep Wawan tidak pernah berhenti untuk mencari, belajar dan berkomunikasi dengan masyarakat disekitarnya. Baginya apa yang dilihat dan terjadi disekitarnya merupakan memori estetik yang memperkaya wawasan dan cara pandang dia dalam berkesenian.
Untuk memperkaya wawasan dan kreativitas dalam berkarya, Asep Wawan banyak belajar dan berkomunikasi dengan para seniman. Setelah memutuskan untuk meninggalkan bangku kuliah di ISI Yogyakarta, Asep Wawan kemudian bergabung di Bale Seni Barli Kotabaru Parahiangan Padalarang. Dari aktivitasnya itu, Asep Wawan banyak menyerap pelajaran dan wawasan tentang seni dan kesenian, hidup dan kehidupan ini. Dari aktivitasnya itu pula yang mendorong Asep Wawan untuk terus berkarya dan mengembangkan kreativitasnya hingga saat ini.
Untuk mengkomunikasikan karya-karyanya, Asep Wawan banyak melakukan kegiatan pameran bersama, baik di dalam maupun luar negeri. Kegiatan pameran yang pernah diikuti Asep wawan diantaranya;
• Pameran seni rupa ngaguar rasa di Tasikmalaya (2019)
• Pameran anugrah Barli di gedung sate bandung (2019)
• Pameran internasional Water colour Society di Bali (2019)
• Pameran Velatura GSPI di Bandung (2018)
• Pameran drawing menjelang anugrah Barli di Galery Soemarja ITB Bandung
(2018)
• Pameran Nasional Kolcai IV di Bentara Budaya Surakarta (2018)
• Pameran Artasik#3 (2017)
• Pameran Artasik#2 (2016)
• Pamewran Nautika Rasa di Galery Nasional Indonesia Jakarta (2016)
• Pameran Shimpony of Indonesia di Kuala Lumpur Malaysia (2010)
Semua kegiatan pameran yang diikutinya boleh dikatakan sukses dan mendapat respon positif dari masyarakat. Selain itu, dari aktivitas pamerannya itu, dia pernah mendapat apresiasi/penghargaan sebagai:
• 50 Peserta Terbaik Kompetisi Seni Lukis Jawa Barat.
• 10 Nominasi Kompetisi Cat Air Nasional Kolcai.
• Nominasi kompetisi Internasional Water Colour Indonesia
Satu hal yang amat terasa dalam membaca lukisan-lukisan Asep Wawan, yaitu bagaimana dia dengan kemampuan evaluatifnya telah mengembangkan interpretasi dan pandangan dalam berkaryanya dengan melakukan berbagai pendekatan baik tema, material/media, teknik dan gagasan-gagasan kreatifnya dengan pendekatan yang sifatnya individualistic dengan gaya dan karakter yang khas. Dalam hal ini, Asep Wawan memiliki kemampuan dan strategi kreatif untuk mentransformasikan berbagai realitas yang terjadi dengan presfektif dan kreatifitasnya.
Tema yang kerap dijadikan subjek penggambaran dalam karya lukis Asep Wawan, lebih banyak didominasi oleh persepsi dia yang terkait dengan “fenomena sosial dan kemasyarakatan”. Pensikapan dan ketertarikan Asep Wawan untuk menghadirkan tema-tema tersebut, tidak saja berdimensi pada pemberian makna terhadap realitas sosial kemasyarakatan yang terjadi, tetapi lebih dimaksud sebagai media pembangkit “kesadaran kritis” dan salah satu usaha untuk pembelajaran kehidupan masyarakat. Dengan tema-tema tersebut, Asep Wawan berusaha untuk memberikan dorongan tertentu terhadap pikiran kita keberbagai macam situasi yang disajikan dan dibentuk melalui pengalamanpengalaman nyata tentang situasi sosial kemasyarakatan yang terjadi saat ini.
Dalam mentransformasikan tema-tema dia atas, Asep Wawan termasuk salah seorang seniman yang memiliki kecermatan dan ketajaman dalam membaca fenomena yang terjadi di sekitarnya. Kelebihan Asep Wawan tersebut terletak pada pengamatan, ketelitian, dan daya berpikir dia dalam menyerap dan menginterpretasikan banyak hal ke dalam karya. Selain itu, kemampuan dalam mengolah berbagai macam media dan teknik, menjadikan Asep Wawan memiliki tingkat produktivitas dan kualitas karya yang sangat baik.
Berkaitan dengan karya lukis yang dihasilkan, Asep Wawan dikenal memiliki ketertarikan untuk menggunakan media cat air, cat minyak dan acrylic dalam setiap karya-karyanya. Sedangkan teknik lukis yang dilakukan Asep Wawan, tampaknya dia lebih menyukai sapuan kuas yang lembut, detail dan sangat teliti. Sehingga dengan teknik seperti itu, Asep Wawan pada akhirnya berusaha untuk menghadirkan/menampilkan objek lukisnya “semirip mungkin/sesuai” dengan realitas objek yang dilihatnya.
Bagi Asep Wawan, melukis merupakan media untuk mengekspresikan berbagi hal yang ada dalam pikirannya. Termasuk di dalamnya menyampaikan isi hati, perasaan dan pengalaman hidup dia selama ini. Melalui karya lukis yang dihasilkannya, dia mendapat ruang dan kebebasan berekspresi. Oleh karenanya tidaklah mengherankan, apabila kita sering menemukan keragaman ide dan gagasan Asep Wawan dalam setiap karya yang dihasilkan. Gambaran kondisi demikian, terlihat dalam lukisan yang berjudul “Pahlawan tanpa tanda jasa, 38 x 56 Cm Cat Air & Kertas”. Bangunan tematik, kejujuran dan kesadaran ini, amat terasa dalam cara ungkap Asep Wawan, terutama dari bagaimana ia menggambarkan seseorang dan dinamika hidup yang mengitarinya. Pemilihan media dan teknik dalam karya Asep Wawan, adalah bentuk ekspresi kreatif yang
memungkinkan orang lain seolah-olah berada dan menjadi bagian dari situasi yang dibangun lewat karya yang dibuatnya. Dalam hal ini, Asep Wawan sangat cermat dalam memilih ide, teknik dan media yang terkesan mengalir secara natural. Sebuah strategi untuk menjadikan karya-karyanya enak dilihat.
Selain itu, ketepatan dalam memilih ide, teknik dan media, serta keterampilan dalam memilih “gaya/bahasa visual” yang kadang terkesan hiperbola dan “surealis”, untuk melukiskan segala hal yang ada dalam perasaan dan pengalaman bathinnya, menjadikan karya lukis yang dihasilkan Asep Wawan sangat menarik. Kondisi di atas, dapat ditemukan dalam lukisan yang berjudul “Monumen Kardus, A1, Cat Air & Kertas canson”. Karya tersebut menarik, karena pembuatnya berhasil memasuki, menemukan nilai, menggarap dan merangkum momen estetik yang bertebaran dalam pikiran dan imajinasinya, untuk selanjutnya mengemasnya sebagai bangunan lukisan yang sarat dengan keindahan bahasa visual dan pesan moral yang ingin disampaikannya. Selain itu pilihan ide, teknik dan media ungkap yang dihasilkannya, menjadikan lukisan tersebut, memiliki daya tarik dan daya gugah bagi orang lain.
Dalam persfektif lain, ide dan gagasan kreatif dalam membuat lukisan, tidak dapat dipisahkan dari perkembangan informasi dan teknologi yang makin pesat saat ini. Karenanya bidang ini menjadi daya tarik bagi Asep Wawan untuk di transformasikan ke dalam karya yang dihasilkannya. Misalnya dalam lukisan yang berjudul “Makan Sampah, 60 X 80 Cm, Cat Minyak & Kanvas”. Karya tersebut menarik bukan karena gagasannya saja, tapi juga memperlihatkan adanya kepekaan Asep Wawan terhadap berbagai hal yang terjadi di sekitarnya, termasuk di dalamnya kecerdasan Asep Wawan dalam memilih, menentukan dan mentransformasikan ide dan gagasannya tentang perkembangan informasi dan teknologi yang berkembang saat ini. Dan kepekaan itu hanya bisa dimiliki, jika seniman memiliki pengalaman dan perasaan batin serta kemampuan kreatif dalam mewujudkan gagasannya itu ke dalam sebuah karya.
Dalam proses selanjutnya, karya lukis yang dihasilkan Asep Wawan, tidak hanya dinikmati untuk pemenuhan kebutuhan ekspresi dan estetis pelukisnya saja. Tetapi lebih dari itu, kehadiran lukisan diharapkan dapat dijadikan media atau ruang untuk meningkatkan “tegur sapa dan kecintaan masyarakat khususnya generasi muda terhadap hasil kebudayaan bangsa kita”. Gambaran kondisi tersebut, dapat dilihat dalam lukisan yang berjudul “Kenalilah Aku, 60 X 40 Cm, Cat Air Kertas Canson”. Lukisan tersebut secara visual memperlihatkan adanya usaha seseorang untuk “memperkenalkan” salah satu hasil kebudayaan bangsa Indonesia (wayang golek) yang memiliki nilai estetis, historis dan pesan moral tinggi bagi kehidupan kita saat ini.
Beberapa contoh lukisan Asep Wawan di atas, menunjukan adanya kreativitas dia dengan gaya dan karakter yang khas. Dia berusaha untuk mengolah dan mengaplikasikan materi serta gagasan seni menjadi sebuah karya yang menarik untuk diapresiasi. Dalam wilayah ini, sudah ada usaha dan keinginan Asep Wawan untuk menjadikan karya-karyanya “enak dilihat”, dan berguna bagi peningkatan kualitas apresiasi dan penghayatan masyarakat terhadap karya lukis yang dihasilkannya. Selain itu, kehadiran Lukisan Asep Wawan, menjadi bukti bahwa hingga saat ini, dia mampu menunaikan “tugas imperatifnya” sebagai seorang pelukis, yaitu berkarya dan mempertanggungjawabkan karyanya kepada masyarakat. Melalui Lukisan-lukisan yang dihasilkannya, Asep Wawan ingin menyampaikan pesan bahwa karya dan kreativitas, merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya hadir dan menjadi bagian dari kebutuhan hidup manusia secara keseluruhan. Melalui lukisan-lukisan yang dihasilkannya, diharapkan seluruh lapisan masyarakat memiliki kecintaan, kebanggaan dan penghargaan terhadap budaya yang dimilikinya, serta ikut terlibat dalam pengembangan kebudayaannya itu, agar semakin baik dan berkembang.***
PIYAN SOPIAN, Lahir di Subang 29 Desember 1975, Alumni SMIK Negeri Tasikmalaya (sekarang SMKN 3 Kota Tasikmalaya). Menempuh Pendidikan S1 di Jurusan Pendidikan Seni Rupa FBS Universitas Negeri Yogyakarta dan S2 Program Studi PKLH Universitas Siliwangi Tasikmalaya. Menulis artikel/opini dan karya tulis tentang seni, budaya, politik dan pariwisata dibeberapa media masa/media online, khususnya Kabar Priangan. Sempat bergabung di Management Pinggiran Art Exhibitions Tasikmalaya, Komunitas Pelukis Pinggiran, Kelompok Seni Rupa Tasik (KSRT), Silva SMKN 3 Kota Tasikmalaya, Galeri Baraya Seni Rupa Indonesia (GBSRI) dan Himpunan Perupa Tasikmalaya (HIPSIK). Aktif mengikuti kegiatan pameran dibeberapa daerah, diantaranya; Tasik, Garut, Bandung, Jogja, Semarang, Malang dan Bali. Saat ini bekerja sebagai Guru Seni Budaya SMAN 1 Jatiwaras Kabupaten Tasikmalaya. Tinggal di Dusun Kalanganyar Desa Mandalahayu Kecamatan Salopa Kabupaten Tasikmalaya.