Oleh: Piyan Sopian, M.Pd.*
Istilah “sketsaterapi” muncul dan dipopulerkan oleh Destra Yana seorang perupa asal Kota Garut Jawa Barat, untuk pilihan ekspresi dia dalam berkarya. Kehadiran sketsaterapi pada awalnya tidak dapat dipisahkan dari adanya keinginan Destra Yana untuk “berdaya dari ketidakberdayaan dia” ketika secara tiba-tiba pada tahun 2014 lalu, harus mengalami kelumpuhan tangan dan kaki kanannya (stroke). Nyaris selama dua tahun lamanya Destra Yana harus berjuang melawan penyakitnya itu. Selama itu pula, dia tidak bisa berbuat apa-apa.Untuk makan pun mesti disuapi sang istri tercinta (Sri Yuliasari) yang mendampinginya selama 18 tahun. Bahkan untuk memegang kuwas sekalipun tidak bisa dilakukannya. Selama dua tahun itu pula, Destra Yana berusaha untuk sabar dan tetap semangat menjalani hidup. Apalagi saat itu sebagai kepala keluarga tentunya dia memiliki beban berat untuk bisa menafkahi istri dan keempat putranya. Untunglah sang istri tercinta dan keluarga selalu mendampingi dan memberi spirit/semangat agar tetap survive dalam menjalani kehidupannya.
Untuk “berdaya dari ketidakberdayaannya itu”, Destra Yana berusaha untuk “bangkit” dan “optimis sembuh” dari sakit yang dideritannya. Bagi dia, penyakit yang dideritanya itu, merupakan cobaan dari Allah SWT untuk menguji kesabaran dan keimanannya selama ini. Oleh karenanya bermacam cara dan usaha dia lakukan. Salah satunya dengan menyalurkan hobinya dalam menggambar. Dalam proses ini, yang dilakukanDestra Yana yaitu mencoba menggoreskan pensil 8 B yang dimilikinya di atas kertas. Aktivitas ini terus dilakukannya walau terasa berat. Bahkan untuk membuat beberapa goresan/garis panjang dan tebal pun, harus dilakukannya dengan susah payah. Proses ini dilakukan Destra Yana secara terus menerus tanpa mengenal lelah.Alhasil, buah dari kesabaran dan ketekunannya itu, pada akhirnya membuahkan hasil yang menggembirakan.Sedikit-sedikit tangan dan anggota badan yang sakit, mulai ada perubahan menjadi lebih baik, hingga pada akhirnya kesembuhan yang diharapkan betul-betul terjadi.
Dari pengalaman hidupnya itu, Destra Yana pada akhirnya menemukan sebuah “kesadaran dan pembelajaran” bahwa hidup dan kehidupan ini sudah di atur oleh Yang Maha Kuasa.Karenanya seberat apapun cobaan yang dialaminya itu, harus dihadapi dengan “kesabaran dan keikhlasan”. Selain itu, dibalik cobaan yang diterimanya itu, ternyata ada hikmah dan kebaikan yang didapatkan. Dalam hal ini, Destra Yana menemukan sebuah metode penyembuhan penyakit lumpuh/strokenya itu melalui goresan-goresan kreatifnya dalam bentuk sketsa. Dalam proses ini, sketsa wajah menjadi objek yang paling dominan dalam setiap karya yang dihasilkannya selama ini.
Bagi Destra Yana kehadiran karya sketsa, pada awalnya tidak dapat dipisahkan dariadanyakreativitasdiadalammembacakehidupan, serta dinamika yang berkembang di sekitarnya. Kemudian dengan segala kemampuan yang dimilikinya, diamembuatkaryasesuai dengan ide, gagasan dan ekspresi kreatif pilihannya. Dalam hal ini, salah salah satu ide dan gagasan kreatif yang sering munculdalamkaryasketsa Destra Yana, yaitutentangpermasalahan “hidup dan kehidupan manusia” secara keseluruhan. Dengan membaca permasalahan tersebut, pada akhirnyadiamenemukankesadaranbahwa inti dari kehadiran karya sketsa merupakan penemuan kembali kekuatan dan kelemahan kita di masa lalu, keberhasilan kita kini, atau optimisme kita dalam menyongsong kehidupan di masa depan. Karenanya, kehadiran sketsa tidak dapat dipisahkan dan selalu bergulat dengan berbagai realita yang terjadi disekitar orang yang membuatnya. Bagi sebagian orang, memori masa lalu dan berbagai hal yang telah terjadi dalam kehidupannya, menjadi memori estetik yang mendukung terciptanya karya-karya sketsa yang lebih berkualitas. Sedangkan berbagai hal atau peristiwa, serta dinamika yang berkembang saat ini, menjadi permasalahan atau kekuatan yang harus disikapi dengan bijak dan realistis. Karenanya kehidupan kita saat ini, merupakan “anugerah hidup” yang harus dijalani dan dipertanggung jawabkan; hidup kita hari ini adalah hidup yang harus selalu diisi dengan berkarya, berkarya dan terus berkarya. Sedangkan kehidupan yang akan datang, merupakan “misteri hidup” yang harus dihadapi dan disikapi dengan penuh semangat dan rasa optimisme yang tinggi.
Berpijak dari kondisi di atas, dalam menghasilkan sketsa, Destra Yana sedapat mungkin mengambil tema-tema yang sederhana yang bisa dinikmati, enak dirasakan tapi bertujuan. tidak jarang pula beragam karya sketsa yang dihasilkannya banyak mengambil tema tentang “objek wajah” yang kehadirannya tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Dalam hal ini, ketertarikan untuk mengangkat tema-tema tersebut, tidak semata-mata datang dari dorongan/getaran ekspresinya saja. Tetapi lebih dari itu, kehadiran tema-tema tersebut, diharapkan dapat membuka ruang komunikasi/dialog dengan orang-orang yang menjadi objek dalam karya-karya yang dihasilkannya. Selain itu, Destra Yana lebih banyak mengungkapkan bahasa sketsanya dengan corak “realistis”, yang kehadirannya ditransformasikan lewat media garis yang “sederhana dan bermakna”. Dalam hal ini, ekspresi garis yang dihasilkannya, merupakan unsur utama yang memiliki peran dalam membentuk komposisi. Sementara itu, pengolahan bidang, bentuk dan gelap terang dalam sketsa Destra Yana, dibentuk melalui garis-garis yang disusun atau digores sedemikian rupa dengan intensitas warna yang berbeda. Sehingga dari proses itu, tercipta “keharmonisan objek” yang menghasilkan “efek hidup”, serta dapat diamati dengan cukup jelas. Selain itu, secara keseluruhan penulis melihat karya sketsa yang dihasilkannya menunjukkan adanya hasil pengamatan yang cermat atas objek yang diamatinya. Dalam hal ini, sketsa yang dihasilkannya berusaha untuk memvisualisasikan objek yang dilihatnya secara nyata dengan memperhatikan bentuk, proporsi, dan perspektif dari objek tersebut.
Untuk mengkomunikasikan karya sketsa yang dihasilkannya selama ini (terutama keahliannya dalam membuat karya sketsa wajah), serta agar pengalaman hidupnya dapat diketahui oleh orang lain (terutama pengalaman saat sakit dan mendapatkan metode penyembuhan lewat karya sketsa yang dihasilkannya), maka Destra Yana sering memanfaatkan media sosial “facebook” untuk memperkenalkan karya-karyanya tersebut. Hasilnya sangat membanggakan, di wall pribadinya “Dapur Sketsa Destra Yana”, hasil karyanya dapat dinikmati banyak orang di seluruh dunia. Selain itu lewat media sosial yang dipilihnya tersebut, dia mendapat kesempatan untuk berkomunikasi dengan teman medsosnya yang berasal dari dalam dan luar negeri, misalnya; dari Australia, Belanda, Inggris, New Caledonia, dan Jepang. Lewat media sosial itu pulakeahlian Destra Yana dalam membuat sketsa wajah semakin dikenal oleh masyarakat di dunia maya. Karenanya tidaklah mengherankan apabila setiap hari dia “Kebanjiran”, order/pesanan dari sahabat medsosnya yang ingin digambar.
Selain itu, lewat media sosial yang dipilihnya, Destra Yana juga berkesempatan bertemu langsung dengan keluarga Bapak Susilo Bambang Yudhoyono (Presiden ke-6 Republik Indonesia)pada bulan Nopember 2018 di Hotel Santika Garut. Kesempatan baik itu didapatkan Destra Yana berawal dari goresan tangan dia saat menggambar sketsa wajah Agus Harimurti Yodhoyono (AHY), anak pertama SBY yang kemudian diunggah di Instagram miliknya. Unggahannya tersebut, kemudian mendapat respon positif dari Ibu Ani Yudhoyono, lalu beliau meminta Destra Yana untuk bertemu saat berkunjung ke Kota Garut.
PerjumpaannyadengankeluargaBapak Susilo Bambang Yudhoyono, komunikasi yang intens dengan sahabat medsosnya, serta berinteraksi langsung dengan masyarakat sekitar, tentunya menjadi motivasi bagi Destra Yana untuk meningkatkan kualitas karya dan kehidupannya menjadi lebih baik. Oleh karenanya, berkarya bagi Destra Yana, merupakan sebuah terapi dan profesi yang harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Untuk menuju ke arah sana, maka “seorang Destra Yana” dituntut untuk memiliki tingkat kepekaan, pengamatan, dan daya berpikir tinggi dalam menyerap berbagai fenomena yang terjadi di sekitarnya. Selain itu, di dalam mengekspresikan gagasan kreatifnya, Destra Yana tidak secara langsung mentransfer apa yang akan ia hasilkan lewat karyanya. Dia biasanya melakukan tahapan pengamatan dan evaluasi terhadap berbagai hal yang ada hubungannya dengan objek yang akan dibuat menjadi karya. Setelah, dia tidak berhenti untuk mencari, belajar dan berkomunikasi dengan masyarakat disekitarnya. Bagi dia, apa yang dilihat dan terjadi di sekitarnya, merupakan memori estetik yang memperkaya wawasan dan cara pandang dia dalam berkesenian.
*Piyan Sopian, M.Pd.
Alumni SMIK Negeri Tasikmalaya (sekarang SMKN 3 Kota Tasikmalaya), S1 Pendidikan Seni Rupa FBS Universitas Negeri Yogyakarta dan S2 PKLH Universitas Siliwangi Tasikmalaya. Menulisartikel/opini dan karyatulistentangseni, budaya dan pariwisatadibeberapa media cetak/online. Melaksanakan Pameran bersama Seni Rupa dibeberapa kota, diantaranya; Tasikmalaya, Garut, Jogjakarta, Solo, Semarang, Magelang, Malang, Bandung dan Bali, sejak tahun 1997 hingga sekarang. Sempat bergabung di Komunitas Pelukis Pinggiran, Kelompok Seni Rupa Tasik (KSRT) dan Silva SMKN 3 Kota Tasikmalaya. Saat ini bekerja sebagai Guru Seni Budaya SMAN 1 Jatiwaras Kabupaten Tasikmalaya dan tinggal di Dusun Kalanganyar, Desa Mandalahayu, Kecamatan Salopa Kabupaten Tasikmalaya.