Bambangan Cakil, ukuran 135 cm x 95 cm, media balpoint di kertas linen
Menceritakan tentang kejahatan (hitam) yang harus dihadapi dengan kesabaran (putih). Akan tetapi jika
manusia tidak bisa bersabar, maka akan menimbulkan amarah (merah). Untuk menghindari hal itu, maka
kesabaran (putih) harus bisa menaklukan kejahatan (hitam). Dalam kondisi ini, mau nggak mau, kesabaran
(putih) akan bersentuhan dengan kejahatan (hitam), untuk menghasilkan perdamaian (biru).
Sehingga pada akhirnya akan mencapai kemakmuran (hijau) bersama. Endik Asto
Astoendik (Endik Asto) lahir di Malang 18 Agustus 1970. Serius melukis semenjak wabah pandemi Covid-19 melanda. Saat itu, melukis hanya hobi dia untuk mengisi waktu luang di sela-sela kesibukannya bekerja. Meskipun demikian, Endik Asto tetap menekuni hobinya itu, dengan senang hati dan sungguh-sungguh. Hal itu dilakukan untuk mendapatkan ketenangan jiwa dan menjadikannnya sebagai “sesuatu yang benilai” dalam hidupnya.
Nama Endik Asto dalam komunitas seni Lukis di Kota Malang, dikenal luas sebagai seorang pelukis yang memiliki tingkat produktifitas dan kualitas karya yang tinggi/baik. Berbagai macam lukisan baik yang menggunakan media kertas dan kanvas, hadir dan menjadi bagian dari perjalanan panjang “proses kreatif” yang dilakukannya selama ini. Tak heran apabila dari proses kreatif yang dilakukannya itu, berbuah penghargaan baik dari dalam maupun dari luar negeri yang sangat membanggakan dirinya. Penghargaan yang dimaksud, diantaranya; Rekor Muri dalam kegiatan Indonesia Melukis, Indonesia Bangkit (melukis wajah oleh pelukis terbanyak dalam waktu 1 jam), International exhibition of portraits tribute the great writer of the world, International exhibition of portraits and caricautes ”ion luca caragiale” dan Ilustrator Kumpulan puisi di Kosovo (salah satu karyanya menjadi cover buku tersebut),
Selain beberapa penghargaan di atas, Endik Asto juga dikenal aktif dalam mengikuti kegiatan pameran, diantaranya; Peserta pameran lukisan 75 pelukis nasional “unity In Art” dari Galeri 52 Ska, Participant in a painting Exhibition in Java with the theme RISING Which was held by Malang Plaza Mall in Malang, Peserta pameran dalam rangka memeriahkan HUT ke-109 Kota Malang, Pameran lukisan yang diselenggarakan oleh Astra Citra perupa Malang (ACPM), Peserta pameran dalam rangka HUT RI ke-78 di Kota Malang, Peserta Indonesia Painting Contest 2020 di Kota Malang, Peserta GBSRI Art Contest serta beberapa pameran lainnnya yang dilaksanakan di kota Malang, Batu, Surabaya dan sekitarnya. Buah dari kegiatan pameran di atas, beberapa karya “lukisan pensil warna” Endik Asto menjadi koleksi beberapa kolektor di Jakarta, serta menjadi koleksi Museum Kartun dan Karikatur Indonesia di Gianyar Bali.
Cethik Geni, ukuran 110 cm x 80 cm, media balpoint di kertas linen
Cethik geni artinya menyalakan api (jawa), lukisan ini dibuat saat kondisi Pandemi Covid-19 melanda.
Walaupun dalam kondisi terpuruk, Endik Asto harus tetap hidup dan menghidupi kehidupannya, salah
satunya dengan berkarya. Cethik geni sebagai simbol menyalanya api kehidupan. Endik Asto
Dalam berkarya, Astoendik (Endik Asto) memandang seni sebagai kesaksian hidup atas jaman dimana ia hidup. Oleh karena itu, seni selain dapat berfungsi untuk memberi kesadaran baru atau shock terapi dan kritik, seni dapat pula menjadi semacam anekdot terhadap peristiwa dimana diri kita tercermin sangat jelas di dalamnya. Selain itu, bagi Endik Asto seni menjadi wahana refleksi kehidupan masa lalu, saat ini dan masa yang akan datang. Termasuk di dalamnya seni juga mempunyai kekuatan dalam perubahan zaman; karena dengan seni orang bisa terpukau, terhipnotis dan membuat orang terlibat. Dalam proses selanjutnya, Endik Asto berusaha untuk mengembangkan interpretasi dan pandangan dalam mengeksplorasi dan mengaplikasi materi serta gagasan seni ke dalam sebuah karya dengan pendekatan yang sifatnya individualistik dengan gaya dan karakter yang khas. Dalam hal ini, Endik Asto memiliki kemampuan untuk mentransformasikan berbagai realitas yang terjadi ke dalam karya dengan
persfektif dan kreatifitas yang dipilihnya.
Dengan kemampuannnya itu, Endik Asto berhasil menghadirkan karya dengan medium, teknik, ide dan interpretasi pribadi dalam menggambarkan realitas yang dipilih untuk divisualisasikan. Dalam persfektif ini, ada diversifikasi dan intensifikasi dalam mengeksplorasi dan mengaplikasi materi serta gagasan seni yang dilakukan Endik Asto dalam mewujudkan gagasan-gagasan kreatifnya dalam berkarya. Sementara itu, tema yang kerap dijadikan subjek penggambaran dalam karya-karya lukisnya banyak didominasi oleh persepsi Endik Asto terhadap fenomena sosial, politik, sejarah, budaya dan kemasyarakatan. Pensikapan dan ketertarikan Endik Asto untuk menghadirkan tema-tema tersebut, tidak saja berdimensi pada pemberian makna terhadap realitas sosial, politik dan kemasyarakatan yang terjadi, tetapi lebih dimaksud sebagai media pembangkit kesadaran kritis dan salah satu usaha untuk pembelajaran politik masyarakat. Tema-tema ini menjadi kelebihan Endik Asto dalam setiap karya-karyanya.
Selain itu, Ketertarikan Endik Asto terhadap keseharian kehidupan dan situasi yang berkembang di sekitarnya, acap kali menyentakkan orang dari kejenuhan karya lukis yang hanya menawarkan impian dan bayangbayang keindahan. Dalam hal ini, sosok Endik Asto adalah sosok yang dipandang konsisten dalam mengangkat permasalahan sosial kerakyatan dalam setiap karya-karyanya. Dengan tema-tema tersebut, Endik Asto berusaha untuk memberikan dorongan tertentu terhadap pikiran kita keberbagai macam situasi yang disajikan dan dibentuk melalui pengalaman-pengalaman nyata tentang situasi sosial, politik, sejarah, budaya dan kemasyarakatan yang terjadi saat ini.
Dalam menghasilkan lukisan, Endik Asto sedapat mungkin mengambil tema-tema yang sederhana yang bisa dinikmati, enak dirasakan tapi bisa bertujuan, tidak vulgar/terang-terangan. Tidak jarang pula beragam lukisannnya banyak mengambil tema-tema ketidakadilan serta keangkaramurkaan dianggap sebagai bentuk protes Endik Asto terhadap lingkungannya. Dalam hal ini Endik Asto menyatakan bahwa tema-tema tersebut semata-mata hanyalah getaran ekspresinya ketika ia melihat ketidakadilan yang terjadi dalam masyarakat, kepedihan yang dirasakan rakyat kecil atau keangkaramurkaan yang dilakukan oleh para penguasa. Jadi semua yang ia ekspresikan dalam bentuk lukisan tersebut, adalah protesnya terhadap ketidakadilan, dan atau keangkaramurkaan itu sendiri.
Sementara itu, berkaitan dengan karya seni lukis yang dihasilkan Endik Asto, penulis melihat ada kecenderungan dia lebih tertarik untuk mengungkapkan “bahasa lukisannnya” dengan merefleksikan gagasangagasan tentang “kesenian wayang”, baik wayang orang maupun wayang kulit, yang dipadukan secara harmonis dan menarik. Namun demikian, justru lukisan dengan bahasa visual seperti itu ia bungkus dengan garapan artistik yang kuat. Dengan kata lain, Endik Asto melukiskan sesuatu di atas kanvasnya, orang akan mudah/cepat tahu apa bentuk visualisasi yang ada dalam lukisannnya. Tetapi sekaligus orang juga akan sulit menangkap maksud yang sesungguhnya dari perwujudan visualisasi tersebut. Oleh karena itu, maka boleh jadi ketika orang mengapresiasi lukisan karya Endik Asto, maka akan timbul beberapa penafsiran dan interpretasi yang berbeda-beda.
Ketertarikan Endik Asto untuk menghadirkan kesenian wayang; cerita, tokoh dan karakter sebagai bagian dari bahasa visual lukisanlukisannya, pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari adanya ketertarikan dia terhadap kesenian tersebut. Sejak kecil, kesenian wayang sudah akrab dalam kehidupannya. Bahkan secara rutin setiap malam minggu sampai minggu pagi, dia dengan setia menyaksikan pertunjukan live wayang orang/kulit di RRI Malang hingga selesai. Dari rutinitas apresiasinya itu, Endik Asto meyakini kesenian wayang memiliki nilai edukasi yang baik serta menjadi inspirasi dia dalam mengarungi hidup dan kehidupannya. Selain itu, lewat perjumpaannya dengan kesenian wayang tersebut, pada akhirnya menjadi memori estetik yang memperkaya ide, gagasan dan kreativitasnya dalam berkarya.
Dalam proses selanjutnya, Endik Asto dapat dikatakan sebagai seorang seniman yang memiliki ketajaman dalam membaca fenomena yang terjadi, serta kelebihan dalam mentransformasikan apa yang dilihatnya ke dalam karya-karyanya. Dalam hal ini, Endik Asto dikenal sebagai “pelukis realis” yang handal karena kelebihan yang dimilikinya. Kelebihan Endik Asto tersebut, terletak pada kepekaan, pengamatan, referensi dan daya berpikir dia dalam menyerap berbagai fenomena yang terjadi di sekitarnya. Selain itu, kemampuan dalam mengolah berbagai macam media dan jenis pengungkapan ekspresi menjadikan Endik Asto memiliki tingkat produktifitas tinggi dalam berkarya.
Dalam berkarya, Endik Asto sangat konsisten dalam menggunakan media balpoint dan kertas, dengan teknik “spiralism” (menggunakan balpoint dengan cara arsir melingkar). Teknik berkarya semacam ini, boleh jadi merupakan teknik baru/inovatif yang ditemukan dia dan menjadi kekuatan/ciri khas Endik Asto dalam setiap karya-karyanya. Selain itu, Endik Asto juga sering menggunakan media cat akrilik dan kanvas untuk mentransformasikan ide dan gagasan kreatifnya dalam berkarya. Sementara itu, untuk meningkatkan kualitas karya lukis yang dihasilkannnya, Endik Asto melakukan interaksi dan komunikasi dengan kehidupan masyarakat di sekitarnya, termasuk di dalamnya dengan para seniman/budayawan dan komunitas seni, serta “membaca” berbagai wacana yang berkembang di media masa/media sosial lainnya.
Ketertarikan Endik Asto dengan masyarakat sekitar tersebut, dimaksudkan untuk memperkaya wawasan dan pandangan dia dalam berkarya. Selain itu, dengan terjalinnya komunikasi yang baik dengan masyarakat, Endik Asto akan mendapatkan perspektif baru dalam mensikapi fenomena sosial, politik, Sejarah, budaya dan kemasyarakatan yang terjadi di sekitarnya. Keterlibatan dia dalam kehidupan masayarakat serta respon dia terhadap fenomena sosial, politik, sejarah, budaya dan kemasyarakatan yang terjadi, sangat dipengaruhi oleh adanya kesadaran dia dalam memandang perspektif sosial, politik, sejarah, budaya dan kemasyarakatan, latar belakang individual termasuk latar belakang pendidikan, keluarga dan masa lalu dia. Dengan kondisi tersebut, maka Endik Asto dalam melakukan interaksi dan komunikasi dengan masyarakat, serta pandangannya terhadap fenomena sosial, politik, sejarah, budaya dan kemasyarakatan yang terjadi di sekitarnya, diwujudkan dengan cara dan pendekatan yang dipilih Endik Asto selama ini.
Selanjutnya satu hal yang amat terasa dari karya Lukis yang dihasilkan Endik Asto kali ini, “salah satunya” yaitu bagaimana Endik Asto dengan kemampuan evaluatifnya, menemukan ide, gagasan yang erat kaitannya dengan kehidupan perpolitikan Bangsa Indonesia saat ini. Karya yang dihasilkan pada dasarnya merupakan hasil analisis dan interpretasi Endik Asto dalam melihat perkembangan perpolitikan pasca Pilpres dan Pileg 2024. Bagi Endik Asto, perkembangan perpolitikan saat ini menarik untuk disikapi dan direspon lewat karya Lukis yang dihasilkannnya. Dalam hal ini, lukisan yang dibuat dapat dijadikan media untuk mengekspresikan berbagai hal yang ada dalam pikirannya, termasuk di dalamnya menyampaikan isi hati, perasaan dan pendangannya tentang dinamika politik Bangsa Indonesia saat ini.
Gambar 1: Dumeh, ukuran 109,5 cm X 89 cm, media acrilic dan canvas
Ketertarikan Endik Asto untuk merespon fenomena politik yang terjadi, dapat dilihat dari karyanya yang berjudul “Dumeh” (gambar 1). Lukisan tersebut memiliki ukuran 109.5 cm x 89 cm, dengan media acrilic dan canvas. Lukisan tersebut dibuat Endik Asto jauh sebelum perhelatan akbar Pilpres dan Pileg 2024 digelar. Lukisan ini merupakan “interpretasi dan refleksi” Endik Asto terhadap percaturan politik yang terjadi di Indonesia saat ini (Pilpres dan Pileg 2024). Endik Asto melihat fenomena/dinamika yang menarik yang terjadi dan melibatkan tokoh-tokoh politik yang dia gambarkan/divisualisasikan “secara simbolis lewat figur wayang orang dan wayang kulit”, yang dilukis secara realis, detail dan penuh ketelitian. Lukisan “Dumeh” (sewenang-wenang), menggambarkan figur Rahwana yang dikiaskan memiliki sifat merasa paling benar, paling berkuasa dan tidak ada seorang pun yang bisa menghalangi keinginannya untuk mencapai sesuatu yang diinginkannya, berusaha untuk memboyong/menculik dan mempersunting Dewi Shinta (istri Rama). Di belakang Rahwana digambarkan sosok Indrajit yang berusaha setia dan membantu Rahwana dalam penculikan Dewi Sinta tersebut. Namun di tengah perjalanan, Rahwana dihadang oleh Hanoman dan Jatayu yang ingin membebaskan Dewi Sinta dari cengkraman Rahwana. Saat itu Rahwana memandang Hanoman dan Jatayu rendah dan mudah ditaklukan. Visualisasi di atas, menurut interpretasi Endik Asto bisa menggambarkan dinamika kehidupan politik saat ini (mencerminkan perilaku dan aktivitas beberapa figur tokoh nasional) yang saat ini sedang berkuasa atau figur yang memiliki kuasa untuk melakukan hal-hal yang diinginkannnya. Siapa figure tokoh dan bagaimana aktivitas tokoh tersebut? hanya Endik Asto dan Tuhan yang tahu semuanya.
Lukisan di atas, semakin menegaskan Endik Asto sebagai pelukis yang setia dan intens mengangkat permasalahan-permasalahan sosial politik yang terjadi di sekitarnya. Termasuk realitas perpolitikan pasca Pilpres dan Pileg 2024. Dalam pandangan penulis, lukisan Endik Asto sangat tepat dengan zamannya atau tepat dengan jiwa zaman. Artinya Ketika zaman (fenomena politik) sedang terjadi, lukisan Endik Asto hadir (pas dengan peristiwa yang melatarbelakangi hadirnya lukisan tersebut). Dalam perspektif lain, lukisan Endik Asto dengan visualisasi “kolaborasi penggambaran wayang orang dan wayang kulit” yang digarap secara realis teresbut, dipandang sebagai metode/cara Endik Asto untuk merangsang sebuah interest/mendekatkan diri dengan masyarakat. Selain itu, bangunan tematik, kejujuran dan kesadaran, amat terasa dalam cara ungkap Endik Asto. Bagaimana ia menggambarkan aktivitas sosial politik yang dia lihat dan rasakan selama ini. Pemilihan ide/gagasan, bahan/media dan teknik berkarya yang memungkinkan orang lain seolah-olah berada dan menjadi bagian dari situasi yang dibangun lewat karya lukis yang dibuatnya. Dalam hal ini, Endik Asto sangat cermat dalam memilih bahasa visual dan imajinasi yang terkesan mengalir secara natural. Sebuah strategi untuk menjadikan lukisan Endik Asto yang dihasikannya enak untuk diapresiasi.
Untuk menuju kearah sana, tentunya Endik Asto memiliki daya ingat, kepekaan, pengamatan dan daya berpikir tinggi dalam menyerap dan mengingat berbagai fenomena di sekitarnya. Selain itu, dalam mengekspresikan gagasan kreatifnya, dia tidak langsung mentransfer apa yang akan ia hasilkan lewat karyannya. Endik Asto terlihat melakukan tahapan pengamatan terhadap berbagai hal yang ada hubungannya dengan objek/subjek yang akan dibuat menjadi lukisan. Selain itu, ketepatan dalam memilih ide/gagasan, bahan/media dan teknik yang terkesan “natural dan jujur apa adanya”, untuk melukisakan segala hal yang ada dalam perasaan dan pengalaman bathinnya, menjadikan lukisan Endik Asto sangat menarik, karena pilihan gaya ungkap dan ekspresi kreatifnya yang terjaga dengan baik.
Hal lain yang bisa saya tangkap dari karya lukis Endik Asto yaitu lukisan tersebut menarik karena pembuatnya berhasil memasuki, menemukan nilai, menggarap dan merangkum momen estetik yang bertebaran dalam pikiran dan imajinasinya selama ini. Untuk selanjutnya mengemasnya sebagai bangunan tematik yang sarat dengan keindahan bahasa visual dan pesan moral yang ingin disampaikan. Dalam proses selanjutnya, karya lukis Endik Asto yang hadir kali ini, tidak hanya dinikmati untuk kebutuhan ekspresi dan estetis pembuatnya. Tetapi lebih dari itu, kehadiran karya lukis Endik Asto dapat dijadikan ruang atau media untuk “tegur sapa” tentang banyak hal yang terjadi dalam kehidupan kita secara keseluruhan. Secara khusus saya melihat karya lukis Endik Asto, menunjukan adanya usaha dia untuk mengolah dan mengaplikasikan materi serta gagasannya menjadi sebuah karya yang menarik untuk diapresiasi. Dalam wilayah ini, sudah ada usaha dan keinginan Endik Asto untuk menjadikan karya yang dibuatnya “enak dilihat” dan berguna bagi peningkatan referensi/pengatahuan tentang seni dan budaya secara keseluruhan. Selain itu, kehadiran karya Lukis Endik Asto, menjadi bukti bahwa Endik Asto hingga saat ini, mampu menunaikan “tugas imperatifnya” sebagai seorang seniman (pelukis), yaitu berkarya dan mempertanggungjawabkan karyanya kepada masyarakat. Melalui lukisan yang dihasilkannnya, Endik Asto ingin menyampaikan pesan bahwa kreativitas dan budaya merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya hadir dan menjadi bagian dari kebutuhan hidup manusia secara keseluruhan. Melalui lukisan yang dihasilkannnya, diharapkan seluruh lapisan masyarakat memiliki kecintaan, kebanggaan dan penghargaan terhadap budaya yang dimilikinya, serta ikut terlibat dalam pengembangan kebudayaan itu, agar semakin baik dan berkembang.***
PIYAN SOPIAN, Lahir di Subang 29 Desember 1975, Alumni SMIK Negeri Tasikmalaya (sekarang SMKN 3 Kota Tasikmalaya). Menempuh Pendidikan S1 di Jurusan Pendidikan Seni Rupa FBS Universitas Negeri Yogyakarta dan S2 Program Studi PKLH Universitas Siliwangi Tasikmalaya. Menulis artikel/opini dan karya tulis tentang seni, budaya, politik dan pariwisata dibeberapa media masa/media online, khususnya Kabar Priangan. Sempat bergabung di Management Pinggiran Art Exhibitions Tasikmalaya, Komunitas Pelukis Pinggiran, Kelompok Seni Rupa Tasik (KSRT), Silva SMKN 3 Kota Tasikmalaya, Galery Baraya Seni Rupa Indonesia (GBSRI) dan Himpunan Perupa Tasikmalaya (HIPSIK). Aktif mengikuti kegiatan pameran dibeberapa daerah, diantaranya; Tasik, Garut, Bandung, Jogja, Semarang, Malang dan Bali. Saat ini bekerja sebagai Guru Seni Budaya SMAN 1 Jatiwaras Kabupaten Tasikmalaya. Tinggal di Dusun Kalanganyar Desa Mandalahayu Kecamatan Salopa Kabupaten Tasikmalaya.