Membaca Sketsa H. Aten Warus

Loading

H. Aten Warus lahir di Garut pada tahun 1954. Menempuh pendidikan S1 di Jurusan Pendidikan Seni Rupa FPBS IKIP Bandung (sekarang UPI). Setelah itu melanjutkan pendidikan S2 Jurusan Manajemen Pendidikan di Universitas Galuh Ciamis. Sejak tahun 1976 hingga kini, aktif mengikuti kegiatan pameran seni rupa di beberapa kota di Indonesia, diantaranya; Tasikmalaya, Bandung, Jakarta, Jogjakarta, Magelang, Solo, Malang dan Bali. Saat ini, tinggal di Perum Tamanjaya Blok B 72 b Kota Tasikmalaya, beserta istri tercinta Hj. Lilis Aten Warus, yang dikenal sebagai salah satu pelukis wanita Tasikmalaya.

Nama H. Aten Warus dikenal luas dalam komunitas seni di Tasikmalaya. Selain sebagai pendidik seni, dia juga dikenal aktif menggerakan kegiatan-kegiatan kesenian di Tasikmalaya. Misalnya dalam bidang seni rupa, sosok H. Aten Warus memberi kontribusi besar terhadap berdirinya beberapa kelompok dan komunitas seni yang ada di Tasikmalaya saat ini. Sebut saja misalnya; Komunitas Seni Rupa Tasikmalaya (KSRT), Silaturahmi Pekerja Seni Rupa (Silpa), Komunitas Pelukis Pinggiran dan Management Pinggiran Art Exhibition Tasikmalaya. Dalam bidang seni teater, sosok H. Aten Warus dikenal luas sebagai sutradara dan penulis naskah/skenario yang handal. Selain itu, dia juga termasuk salah seorang seniman yang aktif dan produktif menggelar/menyelenggarakan kegiatan pementasan teater hingga saat ini. Lewat tangan dinginnya, dia juga memiliki andil besar dalam mencetak sastrawan dan budayawan muda yang eksistensinya sudah diakui oleh masyarakat luas. Sedangkan dalam bidang desain, sosok H. Aten Warus, dikenal memiliki kreativitas dan produktivitas tinggi dalam berkarya. Hingga saat ini, beberapa “desain motif batik” hasil ciptaannya, banyak digunakan sebagai seragam anak sekolah mulai dari tingkat TK, SD, SMP dan SMA di Tasikmalaya.

Kontribusinya terhadap beberapa bidang di atas, pada akhirnya mengantarkan beliau untuk “selalu hadir” dan menjadi bagian penting dalam berbagai event dan kegiatan kesenian yang marak saat ini. Salah satunya yaitu menjadi juri lomba dan nara sumber dalam berbagai kegiatan kesenian, baik ditingkat lokal maupun nasional. Yang terakhir, dia dipercaya menjadi juri dalam kegiatan “helaran tingkat Jawa Barat“, kemudian menjadi tim penilai dalam acara “ Anugrah Budaya” Kota Tasikmalaya dan bersama Ibu Hj. Rukmini Yusup Afandi menjadi juri pinger painting bagi guruguru TK se-Kota Tasikmalaya.

Berkaitan dengan karya seni yang telah dihasilkannya, penulis berkesempatan untuk mengapresiasi beberapa karya sketsa H. Aten Warus yang menurut penulis memiliki keistimewaan dan daya tarik yang perlu digali lebih dalam lagi. Dalam pandangan penulis, dia banyak menghasilkan karya sketsa dengan tema-tema keseharian kehidupan masyarakat dan situasi yang berkembang dilingkungannya. Ketertarikannya terhadap keseharian kehidupan masyarakat, dan situasi yang berkembang dilingkungannya, acapkali menyentakkan orang dari kejenuhan karya sketsa yang hanya menawarkan impian dan bayang-bayang keindahan semata.

Ketertarikan H. Aten Warus terhadap karya sketsa, pada awalnya tidak dapat dipisahkan dari adanya keinginan dia untuk meningkatkan kemampuannya dalam melukis/menggambar, yang menuntut adanya koordinasi yang baik antara pengamatan seniman dengan keterampilan tangan. Dalam pandangan H. Aten Warus, membuat sketsa akan melatih seseorang untuk lebih tajam dalam melihat objek, lebih cepat dan tepat dalam menggoreskan “sebuah garis”, dan tentunya akan meningkatkan imajinasi dan kreativitas seseorang dalam berkarya.

Oleh karenanya, sketsa menjadi salah satu pilihan ekspresi yang dilakukan H. Aten Warus selama ini. Bagi dia, membuat sketsa tidak kalah tantangannya dibandingkan dengan berkarya seni rupa yang lainnya, misalnya melukis. Karena di dalam karya sketsa, dibutuhkan “kecerdasan dalam
membaca objek”, dan keterampilan dalam mengolah teknik, bahan serta media yang akan digunakan. Untuk mewujudkan hal itu, maka sketsa dapat digunakan sebagai gambar ide awal untuk mengekspresikan gagasan tertentu ke dalam sebuah gambar atau lukisan. Dalam konteks ini, sketsa lebih merupakan gambar kasar dan bersifat sementara, baik di atas media kertas atau media kanvas dengan tujuan untuk dikerjakan lebih lanjut menjadi sebuah lukisan/gambar.

Berpijak dari kondisi di atas, dalam menghasilkan sketsa, H. Aten Warus sedapat mungkin mengambil tema-tema yang sederhana yang bisa dinikmati, enak dirasakan tapi bertujuan. tidak jarang pula beragam karya sketsa yang dihasilkannya banyak mengambil tema tentang “objek benda atau alam benda” yang kehadirannya tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Dalam hal ini, ketertarikan untuk mengangkat tema-tema tersebut, tidak semata-mata datang dari dorongan/getaran ekspresinya saja. Tetapi lebih dari itu, kehadiran tema-tema tersebut, diharapkan dapat membuka ruang bagi berkembangnya pandangan, aspirasi dan gagasan-gagasan baru dalam mensikapi kehidupan.


Selain itu, H. Aten Warus lebih banyak mengungkapkan bahasa sketsanya dengan corak “figuratif-realistis”, yang kehadirannya ditransformasikan lewat media garis yang “sederhana dan bermakna”. Dalam hal ini, ekspresi garis yang dihasilkannya, merupakan unsur utama yang memiliki peran dalam membentuk komposisi. Selain itu, dalam sketsa H. Aten Warus, unsur warna selalu mendapat perhatian yang tidak pernah ditinggalkan.

Meskipun dalam sketsanya hanya menampilkan satu atau beberapa warna saja. Akan tetapi dengan pengaturan komposisi warna yang baik, dan umumnya diatur berdasarkan gelap terang pencahayaan, penulis melihat karya sketsa dia memperlihatkan adanya “kesan harmonis”, sehingga memiliki daya tarik yang mampu “menggugat perasaan” seseorang. Sementara itu, pengolahan bidang dan bentuk dalam sketsa H. Aten Warus, dibentuk melalui garis-garis yang disusun atau digores sedemikian rupa. Sehingga dari proses itu, tercipta “keharmonisan objek” berupa gambar kasar yang terkesan tidak selesai, akan tetapi goresan-goresan yang dihasilkannya kerap kali menghasilkan “efek hidup”, sehingga objek yang ditampilkan dalam karya sketsanya dapat diamati dengan cukup jelas. Selain itu, secara keseluruhan penulis melihat karya seketsa yang dihasilkannya menunjukkan adanya hasil pengamatan yang cermat atas objek yang diamatinya. Dalam hal ini, sketsa yang dihasilkannya berusaha untuk memvisualisasikan objek yang dilihatnya secara nyata dengan memperhatikan bentuk, proporsi, dan perspektif dari objek tersebut.

Memang tidak mudah untuk memahami karya sketsa H. Aten Warus. Akan tetapi apabila kita mencermati beberapa karya sketsa dia, kita akan menemukan/melihat suatu perpaduan antara tulisan/kata-kata dan bahasa rupa pada karya sketsanya. Adanya perpaduan antara tulisan/kata-kata dan bahasa rupa tersebut, tentunya akan menimbulkan interpretasi yang beragam. Tetapi bagi penulis, justru hal inilah yang sesungguhnya menjadi “daya tarik dan kelebihan” dari karya sketsa  H. Aten Warus tersebut. Dalam pandangan penulis, adanya tulisan/kata-kata dalam sketsa H. Aten Warus, bisa saja dimaksudkan sebagai “narasi”, yang berfungsi untuk memudahkan komunikasi dengan masyarakat/penikmat seni. Dalam hal ini, tulisan/kata-kata yang dibuat bertujuan untuk “mengedepankan pesan atau pemikiran” dibandingkan teknik dalam berkaryanya. Atau mungkin saja kehadiran tulisan/kata-kata dalam beberapa karya sketsa H. Aten Warus tersebut, diduga kuat dia “tidak puas” dengan bahasa rupa (ekspresi garis) saja. Atau kemungkinan lain yang bisa saja terjadi, tulisan/kata-kata yang muncul tersebut, hadir karena sang seniman “terpengaruh” atau tidak mau melepaskan diri dari pengaruh seni teater yang selama ini digelutinya.

Kecermatan H. Aten Warus dalam merespon objek yang diamatinya, dapat dilihat dalam karya sketsa yang berjudul “Delman Tasik”. Sketsa ini merupakan salah satu bukti adanya keseriusan H. Aten Warus dalam merespon kondisi sosial budaya masyarakat yang berada disekitar kehidupannya. Dalam hal ini, Delman Tasik merupakan salah satu alat transportasi masyarakat yang banyak dijumpai dan memiliki peran penting dalam mendukung roda kehidupan dan perekonomian masyarakat. Secara teknis, sketsa “Delman Tasik” dibuat dengan teknik campuran yaitu arsir dan aquarel serta dilengkapi dengan beberapa kata/tulisan, dengan memanfaatkan media pensil, pena ballpoint dan cat air. Semuanya, baik teknik arsir, aquarel, kata/tulisan dan penggunaan warna yang dihasilkan, secara konsep ada pesan yang ingin disampaikan, sedangkan secara visual, ekspresi garis dan warna yang ditampilkan, dapat mewujudkan kesan tekstur, volume, ruang, perspektif dan gelap terang dari objek yang ditampilkan. Sehingga gambaran umum kondisi yang ingin ditampilkan, dapat dihadirkan dengan baik.

Contoh sketsa di atas, dihasilkan dengan pendekatan tema, tenik dan gagasan yang sifatnya individualistik dengan gaya dan karakter yang khas. Dalam hal ini, H. Aten Warus memiliki kemampuan dan strategi kreatif untuk mentransformasikan berbagai realitas yang terjadi dengan persfektif dan kreativitas yang dipilihnya. Selain itu, di dalam karya sketsa yang dihasilkannya, dimungkinkan sekali terdapat adanya makna yang bersentuhan dengan cara merasa, berpikir, bersikap dan bertindak manusia, baik dalam dataran realitas individual maupun realitas sosiokultural, karena hakekatnya ia merupakan, pada awalnya, hasil penafsiran dan penilaian kehidupan yang dilakukan oleh seniman penciptanya.***

*) PIYAN SOPIAN, S.Pd.,M.Pd.
GURU SENI BUDAYA SMAN 1 JATIWARAS KABUPATEN TASIKMALAYA,
Tinggal di Dusun Kalanganyar RT.01 RW.03 Desa Mandalahayu Kecamatan Salopa Kabupaten
Tasikmalaya